MIMPI ITU BERAWAL DARI LPDP
Mimpi adalah ruh manusia.
Dengan itu kita hidup dan bersinergi dengan kehidupan. Setiap hari saya
bernafas dengan mimpi karena dengan mimpi itu saya bisa hidup.
Sebagai anak
Indramayu yang biasa saja dan bukan siapa – siapa saya punya mimpi besar untuk
belajar di Eropa. Memang terdengar konyol untuk orang seperti saya. Namun
dengan keyakinan kuat, mimpi ini selalu saya tanamkan dalam hati sampai saya
dipertemukan oleh LPDP.
Saya mengenal beasiswa LPDP pertama kali tahun 2015. Tidak
ada sama sekali keberanian untuk ikut dan hanya bisa membaca tulisan di blog beberapa awardees LPDP dengan perasaan sukacita. Beberapa kali saya
diingatkan oleh teman kost saya (Sunandar) untuk mencoba tapi saya selalu
bilang “belum siap” (padahal diam – diam saya memang mengincarnya) karena
memang persyaratan untuk ikut beasiswa ini menurutku sangatlah banyak jika
dibandingankan dengan beasiswa lain seperti chevening,
AAS, atau Stuned. Lagi, mental
saya waktu itu sangatlah poor, masih
ada perasaan tidak PD, takut gagal, minder, dan sebagainya. Barulah pada tahun
2017, atas dukungan teman – teman (Sunandar, Beni, Mandar, dan Bagus) yang
memang semua bermimpi untuk mendapatkan beasiswa S2 diluar negeri, saya benar –
benar bangkit dari keterpurukan. Saya sendiri tidak habis pikir bahwa ada
energi maha besar dalam diri saya yang mendorong kuat untuk mendaftar LPDP
tahun ini. Akhirnya, dengan niat itu saya dengan lantang mengatakan, “I will
make it!”.
Langkah awal yang saya lakukan adalah membuka web-nya dan
mempelajari persyaratan yang dibutuhkan. LDPD 2017 dibuka pada bulan Februari
sampai Juni untuk tujuan luar negeri. Ternyata memang benar kalau banyak sekali
hal yang harus dipersiapkan. Tapi, justru ini membuat saya semakin bersemangat.
Saya semakin yakin bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang besar maka usahaya pun
harus lah besar. Menurutku, ada 3 persyaratan unik yang ada pada LPDP, yaitu
menulis 3 essai dengan topik yang sudah ditentukan; kesuksesan terbesar dalam
hidup, kontribusi yang sudah, sedang, dan akan dilakukan, dan rencana studi.
Saya sejenak terdiam. Berusaha tenggelam dalam ingatan masa lalu, What have I done?. Hal ini menurutku
butuh kontemplasi yang sangat dalam sekali. Saya harus benar – benar yakin
kalau saya sudah pantas mendapatkan beasiswa ini karena tujuan dari LPDP sangat
mulia yaitu kontribusi untuk memajukan Indonesia. Saya approached ke beberapa teman dekat dan menanyakan apakah saya layak
mendapatkan beasiswa ini? Ada beberapa yang bilang kalau kemungkinkan saya
lulus kecil karena saya berasal dari kampus daerah, tetapi ada juga yang
meyakinkan kalau saya mampu karena saya punya potensi. Akhirnya, semua kritik
dan saran tersebut saya terima dengan positif. Selanjutnya, saya segera susun
strategi salah satunya dengan membuat draft
terlebih dahulu terkait prestasi yang pernah saya raih waktu kuliah dan SMA,
pengalaman organisasi, kegiatan sosial, pengalaman kerja, riset, dan
sebagainya. Draft ini sebetulnya bisa
dilihat di CV tapi tetap saja saya harus pandai menyusunya menjadi narasi yang
menarik untuk dibaca.
Bukan hanya itu, LPDP mensyaratkan untuk menuangkan
rencana yang akan saya lakukan setelah menyelesaikan kuliah. FYI, saya memilih
UK sebagai tempat tujuan. Baiknya, kita harus memiliki konsep yang jelas
tentang rencana tersebut. Beberapa teman saya yang gagal salah satunya karena
program yang dia rencanakan terlalu muluk sehingga penguji berpikir kalau dia
belum memiliki kapasitas untuk melakukan itu. Sederhananya, kita dibebaskan
untuk membuat program dengan konsep apapun namun harus sesuai dengan kapasitas
kita sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Kebetulan program saya adalah
menjadi dosen dan pelatih guru (trainer)
Bahasa Inggris khususnya di daerah terpencil. Mengingat pengetahuan mereka yang
minim mengenai teknik pengajaran karena workshop/seminar seringnya diadakan
dikota - kota besar saja dan upah (untuk guru honorer) yang masih menjadi perdebatan membuat mereka
akhirnya kurang kreatif dalam mengajar. Padahal, di era teknologi ini, guru
dituntut harus mampu bersinergi dengan kemajuan zaman sehingga mampu
menampilkan platform yang efektif
untuk siswanya yang merupakan generasi Y dan Z (melek teknologi). Untuk itu,
saya membuat program, Rumah Guru,
yang merupakan wadah yang akan berkontribusi dalam memberikan presentasi dan
pelatihan kepada guru – guru Bahasa Inggris mengenai teknik mengajar kreatif
dibawah payung pemerintah setempat yang nantinya akan di-blend dengan ilmu yang saya dapat di UK. Setelah mematangkan konsep
itu saya pun langsung terjun membuat ketiga essai yang diminta.
Satu hal yang sangat menentukan juga untuk keberhasilan
kita memperoleh beasiswa bergengsi ini yaitu memenuhi standar TOEFL ataupun
IELTS yang diminta. Saya memilih IELTS karena menyesuaikan dengan tujuan kampus
saya yang umumnya menggunakan IELTS. Kurang lebih saya belajar intensif selama
3 bulan dan Alhamdulillah hasilnya memenuhi standard yang diminta. Baru kemudian
saya mendaftar di beberapa universitas di UK diantaranya University of Bristol,
University of Birmingham, University of Leeds, University of Durham, dan
University of Surrey. Tujuannya adalah untuk mendapatkan Unconditional LoA (Letter of Acceptance) dari kampus sehingga pada
saat pendaftaran saya bisa melampirkannya meskipun LPDP membolehkan untuk
melampirkan LoA setelah pendaftaran. Alhamdulillah, 5 kampus yang masuk top 10 di UK itu memberikan LoA kepada
saya yang berarti saya diterima. Mulailah saya memilih satu dari 5 kampus
tersebut yang akan menjadi tempat studi saya nanti. Setelah membandingkan dari
segi ranking, program studi, lulusannya, dan bahkan lingkungannya, saya
menjatuhkan pilihan pada University of Leeds, UK.
Pada bulan Juni awal saya sudah menyelesaikan semua
administrasi yang diminta LPDP diantaranya essai, surat rekomendasi, SK (Surat
Keterangan) sehat, SK bebas dari narkoba, SK bebas dari TBC, LoA, IELTS,
Ijazah, Transkrip nilai, KTP, dan lain – lain (untuk lebih jelasnya bisa lihat
di web LPDP). Dengan Basmallah dan doa dari teman – teman (saya meng-upload
ditempat kost saat Ramadhan) saya kemudian meng-upload satu persatu dan
Alhamdulillah tidak menemui kesulitan seperti web-nya crashed atau sinyal lemah.
Pengumuman seleksi administrasi 4 Agustus 2017. Hari itu bertepatan
dengan acara Halal Bi Halal (Late Halal
Bi Halal actually) di kantor saya. Selama satu hari itu hati saya berdebar
dan rutin melihat akun LPDP. Sampai tengah malam pengumuman belum juga keluar,
saya tertidur dan bangun setelah Subuh saya lihat kembali, Alhamdulillah
pengumuman keluar dan saya dinyatakan lulus seleksi administrasi. Tahap setelah
seleksi administrasi adalah OA (Online
Assessment) yang merupakan tahap seleksi baru di LPDP karena sebelumnya
tahap ini tidak ada. Menurut berita yang saya dapat dari proses seleksi DN
(Dalam Negeri) sebelumnya, sebesar 40% kandidat gagal disini. OA hamipr mirip
seperti test psikologi karena berdasarkan hasil temuan saya di internet, tujuan
dari test ini untuk mengetahui karakter kandidat yang nantinya akan disesuaikan
dengan kriteria LPDP. Menurut saya, tahun ke tahun LPDP mencoba lebih selektif
dalam menentukan kandidiatnya. Terbukti, 40% kandidat yang gagal disini
sebetulnya adalah mereka yang punya punya kompetensi sangat baik. Lantas kenapa
mereka gagal di OA? Jawabannya karena karakter dan kepribadian mereka tidak
memenuhi standard LPDP.
Banyak sekali perdebatan disini mengenai strategi
pengisian OA. Ada yang berpendapat untuk memilih saja jawaban yang sekiranya
baik. Singkatnya, untuk berbohong dan menjadi orang lain. Menurut saya itu
strategi yang keliru. Prinsipnya adalah jawab saja secara jujur sesuai dengan
kepribadian kita. Berbohong hanya menimbulkan masalah baru karena OA dibuat
oleh orang ahli yang bisa melacak kejujuran kita. Namun, bukan berarti kita
hanya bisa pasrah saja menerima nasib untuk OA ini. Metode yang saya lakukan
sepekan sebelum mengikuti test ini adalah mengenal diri kita lebih jauh. Siapa
kita? Kenapa kita harus mendapatkan beasiswa ini? Apa urgensinya? Untuk apa?
Juga, saya banyak baca artikel dan buku tentang leadership dan latihan soal test psikologi yang banyak tersebar di
internet. Alhamdulillah itu sangat
membantu saya sekali. Tepat pada tanggal 14 Agustus saya mengerjakan OA sebelum
kerja pukul 09:00 – 10:00 pagi.
Pengumuman hasil OA yaitu 22 Agustus 2017. Pukul 16:00
ditempat kerja saya melihat hasilnya dan Alhamdulillah saya dinyatakan lulus
kembali. Selanjutnya, merupakan tahap tersulit dan sangat menentukan yaitu test
substansi. Test substansi ini ada 3 tahap; EOTS (Essay on the Spot), LGD
(Leaderless Group Discussion), dan Wawancara. Saya memiliki waktu yang tidak
banyak sampai menjelang test substansi tiba, 27 September 2017. Hal yang saya
lakukan tentunya berlatih. Untuk EOTS, saya berlatih menulis essai yang
konsepnya sama seperti IELTS setiap hari. LGD adalah hal baru bagi saya,
beruntung saya punya teman – teman yang sangat banyak membantu untuk LGD ini.
Pengalaman debat saya dulu waktu dikampus pun berperan dalam menuangkan ide –
ide kritis ketika berdiskusi. Hanya saja, LGD ini sangat berbeda, karena
kandidat tidak boleh menjadi dominan ataupun pasif dalam ruang diskusi. Intinya,
kandidat harus saling menghargai dan menerima pendapat orang lain.
Seperti pada umumnya, LPDP ini sangat dekat dengan
aplikasi yang namanya Telegram, Discord, dan Whatsapp. Tanpa ragu saya segera
men-download aplikasi Telegram dari Playstore dan browse beberapa group Telegram di Internet. Temuan saya membuahkan
hasil, saya menemukan banyak link yang bisa menghubungkan saya dengan kandidat
LPDP lain yang juga lulus OA. Disitu saya bergabung dengan group LPDP 2017, LPDP
LN 2017, group test substansi 2 (kebetulan saya masuk dalam kelompok Jakarta 2
untuk test substansi). Kami, para kandidat dari group Jakarta 2, inisiasi
melakukan kopdar hari sabtu (2 minggu menjelang test substansi). Dalam kopdar
itu saya banyak bertemu dengan orang – orang hebat yang sangat optimis dan
inspiratif. Kami saling share mengenai
pengalaman, kampus asal, kampus tujuan, strategi, dan bahkan kami sempat
latihan LGD dan wawancara. Tapi, waktu itu saya hanya sempat latihan LGD saja karena
sudah ada janji dengan teman lain. Intinya, kopdar tersebut sangatlah bermanfaat
bagi saya pribadi untuk bertukar pikiran dan tentunya silaturahmi dengan
kandidat lain.
27 September pun tiba yang merupakan jadwal test
substansi untuk saya dan awalnya sempat ada kendala ketika itu. Sejak subuh hujan
sangat deras sekali sedangkan tempat ujian di STAN yang cukup jauh dari tempat
saya tinggal (Fatmawati Cipete). Niat awal menggunakan gojek pun pupus.
Akhirnya saya putuskan order gocar
sejak pukul 05.30 karena jadwal EOTS pukul 09.00 dan panitia LPDP mengumumkan
satu jam sebelum test harus sudah di TKP. Saya sempat panik karena tidak ada
yang menerima order-an gocar saya
kerena memang cuaca sangat buruk pagi itu. Barulah, ada bapak gocar yang
menerima, saya langsung telfon untuk mengkonfirmasi bahwa saya menunggu di depan
jalan Gotong Royong dekat pasar Cipete. Beruntung Mas gocar-nya baik dan ramah.
Saya hanya bisa berdoa didalam mobil agar tidak macet dan sampai tepat waktu. Alhamdulillah
akhirnya saya datang on time.
Kami, para kandidat, dikumpulkan dalam satu ruangan
(setelah mengisi presensi kehadiran). Setiap kandidat memiliki jadwal test substansi
berbeda, kebetulan saya mendapat jadwal untuk EOTS, LGD, dan wawancara dalam
satu hari. Jadwal EOTS pukul 09.00. Test ini sangat menarik. Kami diberi waktu
30 menit untuk membuat essai dalam Bahasa Inggris (untuk tujuan LN). Sebelumnya,
kami diberikan dua topik dan harus memilih satu. Waktu itu saya mendapat topik
tentang masalah kelautan dan pornografi anak. Saya pilih yang kedua dan buru –
buru terjun untuk menulisnya. Saya menulis essai dengan tipe problem solving. Dimana dalam paragraf 1
saya paparkan masalah, paragraf 2 dan 3 saya menjelaskan solusi dan paragraph terakhir
saya menuangkan kesimpulan. Tidak ada keterangan jumlah kata yang harus tulis,
hanya saja saya memakai standard IELTS
yaitu minimal 250 kata.
Test selanjutnya yaitu LGD yang merupakan kepanjangan
dari Leaderless Group Discussion. Kandidat dikelompokan secara acak, waktu itu saya mendapat kelompok LGD 2 yang beranggotakan 6
orang. Kami diberi waktu 30 menit untuk berdiskusi mengenai sebuah topik
tentang kasus Rohingya. Saya begitu beruntung mendapat topik tersebut karena
saya memang mengikuti beritanya di media. Posisi tempat duduk sudah ditentukan
oleh panitia. Didalam ruangan ada moderator dan seorang juri. Sebelum
berdiskusi kami diberi waktu 5 menit membaca artikel yang sudah disediakan. Setelah
itu, barulah moderator memberi aba – aba bahwa diskusi bisa dimulai. Kami berenam
tidak sempat berdiskusi awalnya tentang siapa yang akan inisiasi berbicara dan
bagaimana prosedurnya. Namun, secara sigap (dengan body language) kami sepakat memakai aturan sistem clockwise. Kami semua mendapat kesempatan
berbicara 3x dan full English. Menurut
saya kelompok kami sangatlah efektif dan kompak. Tidak ada dominasi dan kita
saling menghargai pendapat satu sama lain. Setelah LGD, saya pergi ke kantin
STAN dengan Ikbal dan Danar yang merupakan teman sekelompok saya. Kami sempat
mengobrol banyak tentang pekerjaan dan proyek kedepan. Pukul 11.30, saya kembali
ke aula karena harus verifikasi berkas. Setelah itu saya sholat Dhuhur dan
kemudian menunggu untuk dipanggil seleksi wawancara yang memegang presentasi
besar kelulusan kandidat.
“Wawan Setiawan!” Nama saya dipanggil oleh
pihak panitia. Lalu saya duduk di meja tunggu. Kanan kiri saya terlihat sangat
gugup, begitupun saya. Untuk mencairkan suasana saya pun menyapa mereka. Sebelah
kiri saya bernama Samuel yang akan kuliah di Amerika mengambil international
law di American University dan sebelah
kanan saya namanya Prawita yang akan lanjut di Ohio University di Amerika mengambil education sama seperti saya. 15 menit kemudian saya dipanggil. Nomor
meja interview 15. Setelah
menyerahkan kartu peserta ke panitia dan mematikan HP saya maju dengan percaya
diri (tapi tidak over) dan tersenyum.
Saya menyalami pewawancara satu persatu. Setelah mereka menyilahkan saya duduk,
baru kemudian saya duduk.
Ketiga pewawancara itu merupakan 1 psikolog
dan dua staff ahli. Entahlah, saya tidak merasa gugup atau tegang saat itu,
mungkin karena saya sudah terbiasa berada dalam ruang interview di tempat kerja dan berperan sebagai interviewer. Banyak sekali pertanyaan yang mereka sampaikan,
beberapa diantaranya adalah kenapa saya memilih UK, University of Leeds, TESOL,
bahkan mereka menanyakan seputar pengalaman organisasi, kontribusi dalam masyarakat,
mimpi, pengalaman yang tidak terlupakan dalam hidup, dan lain – lain (saya tidak
ingat semuanya).
Alhamdulillah, saya sudah melewati semuanya
(bisa tidur pulas). Sekarang waktunya saya berdoa dan bertawakal kepada Allah. Saya
sudah melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Jika LPDP adalah jalan
bagi mimpi saya, Allah pasti akan melihatnya. Tidak bisa disangkal, 21 hari
waktu menunggu pengumuman itu sangatlah menegangkan. Kadang saya tidak fokus
bekerja, susah tidur, bahkan sampai terbawa mimpi (saya pernah mimpi tidak lulus).
Dan 20 Oktober adalah waktu pengumuman. Saya takut sekali melihat akun saya. Sejak
pukul 16.00 grup telegram sudah ramai membicarakan kelulusan mereka. Ada yang
lulus dan tidak lulus. Waktu itu saya masih mengajar dan baru selesai 19.15.
Mungkin karena banyak sekali orang yang mengakses web-nya, akun sempat crashed
dan itu menambah kepanikan saya. Setiba di kostan saya sholat Isya dan makan
malam. Tangan saya sudah bergetar bahkan untuk memegang HP saja. Diawali Basmallah,
saya cek akun LPDP saya dibagian status. Dan Alhamdulillah sekali ada
pemberitahuan “Selamat Anda Lulus.” Saya teriak histeris dan mengucap rasa
syukur saya tanpa henti. Air mata saya jatuh mengingat perjuangan yang sudah
saya kerahkan untuk beasiswa ini. Saya langsung menelpon teman saya yang sedang
keluar kota, Sunandar. Dia pun gembira sekali. Lalu Beni pun datang ke kamar
saya dengan es kopinya. Saya memeluk dia karena emosi kegembiraan yang meluap, begitu
kuceritakan dia pun ikut senang. Beberapa hari setelah itu saya pulang kampung
dan berencana mengejutkan ibu saya di Indramayu. Beliau bahagia sekali dan
masih tidak bisa percaya kalau anaknya akan pergi ke Inggris untuk studi.
Melihat itu semua saya sangat yakin bahwa tidak ada yang tidak bisa kita
raih. Keberhasilan itu kitalah yang menentukan. Apakah kita mau
memperjuangkannya dengan sungguh – sungguh atau tidak? Ini bukan akhir dari
perjalanan mimpi saya, melainkan awal. Dengan kisah ini semoga bisa memotivasi
teman – teman untuk jangan ragu bermimpi dan jangan takut untuk memperjuangkannya
karena Allah bersama kita.
Salute sama perjuangan loe wan!:) jadi intinya jangan takut untuk bermimpi :)
BalasHapusThanks Mbk Hevi! Ayoo mari Kita bermimpi. Toh gratis juga hahaha
Hapusah wawan proud of you.... asli gue tegang baca blog ini... proses panjang yang melelahkan dengan ending yang luar biasa. Thanks ya sudah berbagi pengalaman hebat lo, gue jadi makin termotivasi :)
BalasHapusSemangat Man!!!!! Kalo perlu bantuan gw siap Bantu. Go go go Italy!
HapusSo proud of you Wawan .... Good luck in UK! Keep your dreams 'BIG' because anything is possible if you really mean it!
BalasHapus