KONFLIK DALAM KARAKTER
Telah terjadi pergulatan
dalam diri saya tentang karakter. Yang saya pahami, karakter adalah sesuatu
yang tumbuh berkembang dalam diri kita yang sangat sulit kita ubah. Perubahan
karakter bisa terjadi, namun hal tersebut harus atas kehendak orang yang bersangkutan
bukan dipaksa oleh orang lain. Kiranya hal tersebut terjadi pada saya tepatnya
pada tanggal 28 Juni 2016, tepat dihari kelahiranku. Salah teman terbaikku
dikostan mendadak berubah badmood setelah saya kenalkan pada teman kantorku
untuk berbuka puasa bersama. Hal ini bukan hal sengaja yang saya lakukan untuk
membuatnya begitu, sampai kemudian dia bercerita kepadaku kalau dia tidak bisa
mengimbangi pembicaraan aku dan teman kantor dan dia merasa dikesampingkan. Dia
sedikit mem-blame saya karena tidak bisa melihat dia yang terasa mati kaku
karena sulit mengikuti alur pembicaraan. Padahal didalam obrolan itu saya berusaha
fokus pada keduanya dan tidak mengabaikan pihak manapun. Saya pun sedikit terganggu dengan alasan yang selalu dia kemukakan kalau dia tidak bisa mengimbangi karena dia hanya lulusan D3 sedangkan aku dan teman kantor S1. Wajar kalau perbendaharaan kata yang dia punya tidak sebaik kami, katanya.
Bermula dari situ pula dia menceritakan
panjang lebar tentang kekuranganku. Dengan tegas dia bilang kalau saya egois
dan tidak bisa menempatkan diri. Dia menambahkan kalau saya tidak akan bisa
hidup berdampingan dengan orang - orang kecil karena "bahasa" yang
tidak bisa dicerna oleh mereka. Singkatnya bahasa yang saya gunakan terlalu
tinggi. Saya sempat dibuat bingung, bahasa apa yang dimaksud? Setiap hal yang muncul seperti bahasa adalah hal yang tidak pernah saya set up sebelumnya. Kalau mau, mungkin dengan sangat senang hati saya melakukan itu. Ekspresi wajah, gesture, mimik, dll adalah hal alami yang muncul dalam diri saya. Jika orang lain berat dengan itu maka berat pula bagi saya untuk mengubahnya.
Saya sedikit melakukan pembelaan bahwa setiap orang itu unik dan berbeda. Ada orang yang mudah berbaur dengan orang asing dan kemudian menjadi dekat dalam waktu singkat. Dan saya bukan orang seperti itu, saya tipikal orang yang hanya bisa "dekat" dengan orang yang punya satu pemikiran dengan saya. Saya tipikal orang yang tidak bisa berakting menjadi dekat dengan orang asing. Mungkin itu kelemahan saya dan saya dianggap orang sombong akan hal itu. Namun, bukankah ini sangat menyakitkan untuk menyalahkan sesuatu ke hal yang bahkan muncul secara alami dalam diri kita? Dikantor, saya pun berteman baik dengan semua kalangan. Saya dekat dengan cleaners kantor, bahkan kami sering bercanda, makan bersama, dan bertukar pikiran. See? Itu berarti saya tidak pernah sekalipun pilih - pilih dengan siapa saya berteman. Hanya sekedar "nyambung" dan tidaknya saja, Titik!
Saya sedikit melakukan pembelaan bahwa setiap orang itu unik dan berbeda. Ada orang yang mudah berbaur dengan orang asing dan kemudian menjadi dekat dalam waktu singkat. Dan saya bukan orang seperti itu, saya tipikal orang yang hanya bisa "dekat" dengan orang yang punya satu pemikiran dengan saya. Saya tipikal orang yang tidak bisa berakting menjadi dekat dengan orang asing. Mungkin itu kelemahan saya dan saya dianggap orang sombong akan hal itu. Namun, bukankah ini sangat menyakitkan untuk menyalahkan sesuatu ke hal yang bahkan muncul secara alami dalam diri kita? Dikantor, saya pun berteman baik dengan semua kalangan. Saya dekat dengan cleaners kantor, bahkan kami sering bercanda, makan bersama, dan bertukar pikiran. See? Itu berarti saya tidak pernah sekalipun pilih - pilih dengan siapa saya berteman. Hanya sekedar "nyambung" dan tidaknya saja, Titik!
Tidak
berhenti sampai situ, teman saya kembali mengelaborasi pernyataannya bahwa kita
hidup itu saling membutuhkan dan bahkan kalau kita "mati" sekalipun,
kita butuh orang lain. Disitu saya pun tidak menyalahkan omongannya, tapi saya
agak sedikit sakit hati dengan pemaparannya. Mengapa orang orang seperti dia
tidak mengerti saya? Perasaan rasanya sudah tidak karuan sekali. Temanku terus
memuntahkan uneg - unegnya, yang saya anggap baik sebelumnya namun terasa
memojokanku. Dia menjelaskan bahwa selama saya ngekost ini saya hanya dekat dan
berbaur dengan teman - teman kantor saja tapi jarang bahkan tidak pernah
ngobrol didepan kost dengan tetangga dan tukang bangunan (yang membangun kostan
saya). Entah hal ini benar atau tidak, katanya saya dicap sombong dan angkuh.
Tidak bisa berbaur. Tidak asyik. Kaku. Bahkan, Dia menyimpulkan kalau saya ini
akan sulit diterima oleh mereka. Oh Tuhan.... hatiku terasa ingin menjerit. Aku
sedih sejujurnya. Ingin saya sanggah mereka satu persatu. Apakah mereka mengenal
saya dengan baik? Apakah mereka mengerti kalau setiap orang itu berbeda?
Sungguh batin ini rasanya lumpuh untuk bahkan mengingatnya. Namun.... Tepat
hari ini usiaku 26, suguhan konflik batin ini mungkin pelajaran buatku agar aku
bisa menempatkan diri lagi. Namun yang pasti, aku ingin orang mengenal diriku
apa adanya. Tidak dalam kepura – puraaan.
Komentar
Posting Komentar