Pengalaman Kuliah S2 di Inggris



            Sampai sekarang saya masih belum percaya bahwa saya bisa menempuh Pendidikan S2 di Inggris. Namun, jika Allah sudah berkehendak, siapa yang bisa menghalangi? Intinya, manusia hanya bisa berencana tapi Tuhan yang menentukan. Jadi, dalam blog kali ini saya akan bercerita tentang perjalanan studi saya di Inggris dan bagaimana sistem pendidikan disana.
            Pertama, saya ingin sampaikan kalau saya bukan self-funded student yang membiayai perkuliahan sendiri di Inggris. Menurut saya, biaya kuliah disini sangat mahal. Untuk program studi saya (MA TESOL) biayanya £17.500 selama satu tahun atau berkisar Rp.332.500.000 karena kurs waktu itu sekitar Rp.19.000/£1 (tahun masuk September 2018). Biaya ini belum termasuk biaya hidup untuk akomodasi (akomodasi saya £410,53), transportasi, makan, belanja, buku, dll. Maka, satu – satunya jalan buat saya untuk bisa kuliah di Inggris adalah dengan mencari beasiswa. Alhamdulillah, tahun 2017 saya ikut seleksi LPDP dan lulus untuk program magister di Inggris di kampus tujuan saya, University of Leeds. LPDP ini tidak hanya membiayai biaya kuliah saja tapi juga biaya hidup. Per bulan saya mendapat living allowance £1.050 dan waktu pertama kali tiba saya mendapat uang settlement allowance yang besarannya sama seperti living allowance dan uang buku sebesar Rp. 10.000.000.
            14 September 2018 saya tiba di Inggris. Saya berangkat ke Inggris dengan keempat teman saya yang memang tujuan studinya di University of Leeds. Hal pertama yang terasa sekali begitu sampai disana adalah dinginnya kota Inggris (waktu itu 6°). Jadi saya dan keempat teman saya berangkat dari Jakarta ke Manchester airport. Dari Manchester kemudian lanjut naik kereta ke Leeds. Sesampainya di Leeds, saya diantarkan oleh teman Indonesia yang sudah tinggal disana naik mobil ke tempat akomodasi. Hari pertama di Leeds saya habiskan dengan tidur karena saya sampai disana siang hari pukul 13.00 dan saya tidak tidur di pesawat. Baru keesokan harinya, dengan kondisi gerimis saya memaksakan diri untuk strolling around area rumah, kampus, dan tempat – tempat umum seperti bank, tempat makan, mini market, dll. Kampus pada waktu itu masih sepi karena perkuliahan memang belum dimulai. Barulah tanggal 16 September saya pergi ke kantor pos mengambil BRP dan melakukan registrasi di kampus. Kurang lebih selama 3-5 hari itu saya sibuk registrasi, membuat student ID card, membuat bank account (Barclays), dll. Tanggal 24 September induction week dimulai. Ini semacam orientasi atau perkenalan tentang program yang kita ambil, pengenalan guru dan staffnya, lokasi kelas, kuliah umum tentang keamanan di kampus, prosedur peminjaman buku di perpustakaan, dan yang paling penting tahu siapa yang akan menjadi classmates kita nanti. Saran saya, jangan pernah absen dari orientasi ini karena disitulah kita bisa bertemu dan tahu siapa teman kita nanti sehingga ketika kelas dimulai kita sudah familiar dengan mereka.
            Perkuliahan dimulai awal Oktober. Di kampus saya, pembelajaran dibagi menjadi 2 semester. Semester pertama siswa harus mengambil mandatory modules yang sudah disiapkan oleh kampus sebesar 60 SKS. Tapi, di semester dua, siswa boleh mengambil kelas sesuai dengan minat masing – masing di optional modules yang besaran SKSnya sama seperti mandatory modules. Sedangkan tugas akhirnya adalah membuat disertasi yang juga 60 SKS. Di dua semester ini, terdapat TESOL forum yang diadakan satu kali dalam seminggu. Kelas dari forum ini gabungan dari beberapa kelas dan dosen yang mengajar berbeda setiap minggunya sehingga topik yang dibawakan pun bervariasi. Untuk semester pertama, saya belajar Investigating language for TESOL dan Learning and Teaching in TESOL. Durasi kelas masing - masing 2 jam dengan waktu pertemuan sekali seminggu untuk setiap modul. Mengenai sistem pengajarannya, dosen di kampus tempat saya belajar seringkali melempar pertanyaan ke siswa dan melakukan diskusi. Siswa bahkan dibolehkan menginterupsi penjelasan dari dosen atau bertanya. Hal tersebut bahkan diapresiasi dan dosen biasanya akan melempar setiap pertanyaan yang ditanyakan siswa kepada siswa lain sehingga seluruh siswa di kelas ikut mencari jawaban. Dikelas, dosen masih memberikan presentasi dalam bentuk power point meskipun porsinya tidak banyak. Setelah kelas selesai dosen biasanya akan memberikan tugas yang biasanya dilakukan secara berkelompok. Mengenai pengelompokannya, siswa bisa memilih sendiri tapi ada beberapa tugas dimana dosen yang memilih anggota kelompoknya. 
           Intinya, siswa diharuskan untuk aktif berpendapat di kelas. Pada awalnya saya sendiri sedikit canggung dengan atmosfir kelas yang berbeda dengan pengalaman dulu saya belajar waktu S1 dimana dosen umumnya melakukan presentasi selama kelas berlangsung dan kesempatan siswa untuk berbicara di kelas terbatas. Tapi, setelah beberapa kali mengikuti kelas, saya jadi terpancing dan sudah mulai terbiasa dengan situasi kelas tersebut. Bahkan saya terkadang menyesal kalau saya tidak sempat menyampaikan pendapat saya waktu dikelas karena beberapa siswa dikelas cenderung kompetitif dan hampir semuanya aktif di kelas. Kuncinya kita harus percaya diri dan tidak perlu takut pendapat kita salah atau bahasa Inggris kita tidak dimengerti. Dosen tidak akan marah dan akan sangat mengapresiasi setiap pendapat yang kita lontarkan. Jadi kita harus yakin dan tidak perlu gugup untuk berbicara. Lalu mengenai tugas akhir dari 2 modul ini adalah menulis esai karena di program studi saya tidak ada ujian. Untuk setiap modul di semester 1, saya harus menulis 2 esai karena setiap modul adalah 30 SKS. Jadi untuk semester pertama saya menulis 4 esai dengan topik - topik yang sudah disiapkan oleh dosen. Jumlah kata yang boleh ditulis pada esai tersebut adalah 3.000 + 10% kata atau maksimal 3.300 kata. Siswa tidak boleh menulis kurang dari 3.000 kata atau lebih dari 3.300 kata. Sanksi pun akan diberikan kalau siswa terlambat mengumpulkan esai. Nilai siswa akan dikurangi sebanyak 5 poin untuk 1 hari keterlambatan. Jadi nilai akhir dari modul tersebut adalah gabungan dari 2 esai yang sudah kita tulis. Standar penilaian di United Kingdom pun tidak sama. Di kampus saya, siswa akan mendapat pass kalau nilainya 50-59, merit 60-69, dan distinction 70-79. Maka, dibawah 50 berarti gagal dan harus mengulang esainya. Nilai maksimal yang akan siswa dapatkan jika sudah gagal adalah 50. Ada juga higher distinction (>79) tapi sangat jarang sekali siswa mendapat nilai tersebut bahkan orang native disini sekalipun.
            Di semester 2, sistem pengajaran dikelas masih sama dimana diskusi selalu dilakukan. Hanya saja, disemester ini siswa diberi kebebasan untuk memilih modul sesuai dengan minat masing – masing. Pada optional modules ini ada kelas yang mengambil 15 SKS dan 30 SKS. Kebijakan dari pihak kampus adalah siswa mengambil 60 SKS di semester 2. Adapun modul yang saya pilih semuanya 15 SKS, maka saya mengambil 4 kelas di semester 2. Kelas – kelas tersebut adalah teacher education for TESOL, materials development for TESOL, introducing a task-based curriculum in classrooms and systems, and practice of support language teacher. Tugas akhir dari setiap modul adalah menulis 1 esai. Masih sama seperti tugas – tugas di semester 1, topik – topik dari esai ini sudah ditentukan oleh dosen dan siswa diharuskan reflect ke pengalaman mereka dalam menulis esai. Jadi, konteks penulisan sangat penting untuk diperhatikan. Selain itu, kita juga dituntut untuk menuangkan critical thinking kita pada esai yang kita tulis. Jadi, tidak semata – mata hanya mengambil teori dari ahli lalu kita paraphrase, tapi penting juga untuk mengkritisi teori tersebut dengan konteks yang sudah kita tentukan diawal. Membaca pun perlu dilakukan sebelum kita mulai menulis esai agar tulisan kita berbobot karena referensi dari sumber lain bisa membuat argumen kita lebih kuat dan meyakinkan. Bukan saja dari segi konten, penting juga untuk memperhatikan pemilihan kosa kata (formal) dan grammar. Sebetulnya, kesalahan pada grammar masih bisa dimaafkan kalau tidak banyak. Tapi kalau kesalahan itu menyulitkan dosen memahami apa yang kita tulis, mereka tidak segan memberikan nilai minus untuk esai kita. Maka, usahakan sebelum kita mengumpulkan esai, kita harus proofread dan evaluasi apakah esai kita sudah easy to understand dan sesuai dengan instruksi yang diberikan.
            Akhirnya, setelah 2 semester berlalu, tibalah waktu dimana siswa harus membuat disertasi. Disertasi ini dikumpulkan pada tanggal 10 September 2019. Tapi, sejak November 2018 pelaksanaan workshop disertasi ini sudah berlangsung. Jadi, di University of Leeds khususnya di School of Education, workshop disertasi dilakukan dari November 2018 sampai Maret 2019 dengan durasi kelas 2 jam dan waktu pertemuan satu kali dalam seminggu. Materi workshop berkaitan dengan penulisan disertasi, misalnya bagaimana memilih topik penilitian, bagaimana melakukan wawancara, bagaimana menyiapkan kuesioner, dll. Jadi, kita tidak perlu takut tidak bisa membuat disertasi karena semuanya akan dibahas di workshop tersebut. Jumlah kata dalam penulisan disertasi ini tentunya berbeda dengan esai, siswa boleh menulis maksimal 12.000 + 10% atau 13.200 kata. Maka, melebihi 13.200 kata akan mengurangi nilai. Pembagian dosen pembimbing pun diatur oleh pihak kampus. Pembagian dosen pembimbing ini disesuaikan dengan topik penelitian siswa. Jadi, sebelum diumumkan siapa dosen pembimbingnya, siswa harus mengirimkan proposal form yang isinya tentang topik penelitian, motivasi penelitian, judul, dan overview bagaimana siswa mengumpulkan dan mengolah data. Setelah siswa tahu siapa pembimbingnya, dosen pembimbing akan menyuruh siswa mengirim ulang proposal form tersebut dengan melengkapi semua informasi tentang penelitiannya. Selain seperti yang saya sebutkan diatas, siswa juga harus memberikan gambaran tentang teori yang dipakai dalam penelitiannya, bagaimana memilih sampel, dimana penelitian berlangsung, validitas, realibilitas, bagaimana data disimpan, dll. Jika dosen pembimbing sudah memberikan tanda tangan pada proposal form tersebut berarti siswa sudah bisa memulai penelitiannya. Terdapat juga aturan tentang waktu bimbingan. Di program studi saya, siswa hanya boleh bertemu dosen pembimbing 6x dengan durasi waktu 40 menit untuk setiap pertemuan. Sebelum siswa bertemu dosen pembimbing, siswa harus membuat janji terlebih dahulu melalui email, jika dosen pembimbing sudah fixed dengan tanggal dan jam yang siswa tawarkan maka bimbingan bisa dilakukan. Disini, khususnya di School of Education, siswa tidak perlu print out disertasi ketika bimbingan. Siswa cukup mengirimkan file tersebut melalui email ke dosen pembimbing, biasanya dosen pembimbing meminta 1-2 hari untuk membaca sebelum bimbingan berlangsung. Uniknya, 1 bulan sebelum deadline disertasi ini, siswa tidak dibolehkan bertemu tatap muka dengan dosen pembimbing. Maka, pada kasus saya, 10 Agustus 2019 adalah hari terakhir saya bisa bertemu dengan dosen pembimbing, tapi menghubungi dosen pembimbing melalui email masih diperbolehan. Jadi, kita harus bisa mengatur waktu dengan baik sehingga waktu pertemuan dengan dosen pembimbing bisa maksimal. Saya sendiri merasa sangat beruntung karena mendapat dosen pembimbing yang merupakan program leader di kampus saya. Beliau sangat baik dan sabar. Feedback yang disampaikan sangat detil dan komprehensif sehingga membantu dalam penulisan disertasi saya. Beliau juga seringkali memberikan saya motivasi kalau saya merasa jenuh dan sedikit stressed dengan disertasi ini. Dan Alhamdulillah, 3 September 2019 saya sudah menyelesaikan disertasi saya dan mengirimkannya sebelum deadline. Sebelum disertasi ini dikumpulkan, tentunya saya sudah revisi beberapa kali, proofread, bahkan saya mengecek plagiarism yang mungkin secara tidak sengaja saya tulis. Setelah saya sudah merasa confident, barulah saya mengirimkan disertasi ini.
            Selanjutnya maka sudah tidak ada perkuliahan lagi dan yang paling menyedihkan adalah beberapa teman saya satu persatu pulang ke negara mereka. Sungguh, hal ini membuat saya sangat sedih. Saya sendiri dekat sekali dengan beberapa teman dari negara lain dan kita menghabiskan satu tahun ini bersama – sama baik urusan akademis ataupun non akademis. Tapi, seperti yang sudah banyak dikatakan orang, setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Saya pun harus ikhlas merelakan mereka pulang meskipun saya betul – betul merasakan kehilangan.  Saya sendiri berencana tidak ikut wisuda yang akan berlangsung di bulan Desember. Maka 1 bulan setelah pengumpulan disertasi saya pun akan pulang ke negara saya tercinta, Indonesia, untuk bertemu lagi dengan keluarga, teman, dan melanjutkan perjalanan hidup saya.
           

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman CPNS Dosen 2024: Titik Akhir, Awal Baru

KEUNIKAN YANG SAYA TEMUKAN DI INGGRIS

PENGALAMAN DAN TIPS UNTUK IELTS